Transformasi SL-PTT Menjadi GP-PTT Padi, Jagung dan Kedelai
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian
Republik Indonesia
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendampingan menuju gerakan penerapan
PTT (GP-PTT) 2015 dan koordinasi pengelolaan UPBS Balitbangtan di setiap BPTP
dalam pengelolaan benih sumber serta penguatan networking antar UPBS lingkup
Balitbangtan, Puslitbang Tanaman Pangan (Puslitbang TP) mengadakan acara
“Evaluasi Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai, dan Workshop
Penyediaan Benih Sumber Kedelai” (27-30/9/2014). Workshop diikuti oleh 80
peserta terdiri Kepala BPTP, penanggung-jawab pendampingan SL-PTT Padi, Jagung,
dan Kedelai dari 18 propinsi dan manajer UPBS BPTP dari 14 Provinsi.
Hasil evaluasi pelaksanaan pendampingan menunjukkan bahwa telah
terjadi penurunan realisasi SL-PTT untuk padi dari 4,625 juta ha menjadi 3,89
juta ha, yang berpengaruh terhadap
capaian sasaran produksi nasional. Penurunan sasaran produksi juga disebabkan
adanya penurunan luas tanam dari 260 ribu ha menjadi 205 ribu ha. Sementara itu
sasaran produksi padi 2015 sebesar 73,4 juta ton (naik 5,1%) dengan
produktivitas 5,21 t/ha (naik 1,17%). Dari sasaran produktivitas padi 2015,
masih banyak provinsi yang sasarannya terlalu rendah (2,4-3,7 t/ha). Demikian
pula dengan sasaran produktivitas jagung sangat bervariasi (1,6-7,5 t/ha).
Untuk meningkatkan produktivitas padi dan jagung diperlukan adanya kontrak
kinerja secara berjenjang. Kegiatan utama pada 2015 dalam pengembangan budi
daya padi berbasis GAP dan GHP dilakukan dengan Gerakan Penerapan PTT (padi 350
ribu ha dan jagung 35 ribu ha). GP-PTT padi dilakukan dengan model kawasan (30
kabupaten) dan non kawasan (136 kabupaten), sedang untuk jagung kawasan (7
kabupaten) dan non kawasan (48 kabupaten). Biaya pengembangan legowo sebesar Rp
500,000/ha akan ditambahkan kepada biaya pendampingan kawasan yang akan
dilakukan selama 3 tahun. Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) akan
memberikan dukungan berupa rekomendasi teknologi spesifik lokasi per
PPL/kecamatan, penyediaan benih sumber dan advokasi. Dukungan dari Badan
Ketahanan Pangan adalah penganekaragaman konsumsi, pangkin, agroindustri aneka
tepung berbasis bahan baku lokal.
Luas tanam kedelai tahun 2014 mencapai 742 ribu ha, dengan
produktivitas 1,4 t/ha, dan produksi 1 juta ton. Pelaksanaan SL-PTT kedelai
yang mencakup luasan 77,5 ribu ha berdampak positif pada peningkatan
produktivitas. Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan benih kedelai adalah
ketersediaan benih (6 tepat). Walaupun SL-PTT kedelai mampu meningkatkan
produktivitas kedelai, namun belum mampu mengangkat produksi kedelai secara
nasional. Pendekatan GP-PTT melalui pengembangan kawasan dan non kawasan diharapkan
mampu meningkatkan produksi kedelai secara nasional. Pada tahun 2015, target
SL-PTT kedelai 350 ribu ha, dengan produktivitas 1,5 t/ha diharapkan mampu
menyumbang sebesar 1,023 juta ton. Namun demikian, masih terdapat kekurangan
dalam SL-PTT kedelai yaitu volume terlalu besar sehingga paket teknologi tidak
dapat dilakukan secara optimal dan keterbatasan dukungan penyediaan benih.
Langkah-langkah yang perlu diambil adalah perluasan areal tanam (PAT),
penyediaan benih dengan kaidah 6 tepat, pengaturan tata niaga, serta dukungan
stakeholder pusat dan daerah. Dukungan benih dari Balitbangtan (FS, BS dan SS)
sangat diperlukan untuk jaminan ketersediaan benih di lapangan.
Pendampingan SL-PTT padi, jagung dan kedelai 2014 dan rancangan GP-PTT
dalam kawasan pada 2015 meliputi: penyediaan teknologi spesifik lokasi, benih
sumber, dan materi diseminasi. Realisasi pendampingan SL-PTT dari BB Padi
rata-rata 76,3%, Balitkabi 102,3% dan Balitsereal 98,6%.
Penyediaan benih sumber kedelai tahun 2015 perlu memperhatikan
preferensi varietas. Realisasi produksi benih sumber kedelai tahun 2014 sekitar
73,2% dari target awal 118,270 ton, atau 87,61% dari target revisi. Realisasi
produksi SS oleh BPTP baru 11,4% dari target awal 1.136.850 ton atau 28,80%
dari target revisi sebesar 1.213.430 ton. Untuk tahun 2015 dibutuhkan benih
sumber kelas BS 1.880 ton untuk menghasilkan benih FS sebanyak 31.800 ton
sedangkan target produksi benih SS 774.000 ton. Oleh karena itu diperlukan
perpanjangan surat penugasan dari Mentan.
Untuk mengatasi kekurangan benih padi, jagung dan kedelai akibat dari
kemampuan penangkar lokal yang terbatas, akan dirancang dan dikaji Model Desa
Mandiri Benih Tanaman Pangan. Pembiayaan dapat berupa bagi hasil, patungan atau
talangan. Khusus untuk Jabalsim kedelai, prinsip yang perlu diperhatikan adalah
varietas yang sesuai dengan preferensi dan ketersediaan benih yang memenuhi
kriteria 6 tepat agar produktivitas dapat ditingkatkan. Pemberdayaan penangkar
dalam model desa mandiri benih akan dapat menjamin penyediaan benih varietas
spesifik lokasi. Model Mandiri Benih (MMB) padi telah melibatkan jejaring
antara BB Padi-BPTP-penangkar, sedangkan untuk MMB jagung dan kedelai, perlu
melibatkan BPTP.
Dalam pelaksanaan GP-PTT, tugas peneliti pendamping di lingkup Puslitbang
TP (BB Padi, Lolittungro, Balitsereal dan Balitkabi) dalam pendampingan GP-PTT
melalui pendekatan kawasan adalah: 1) menyediakan benih sumber padi, jagung,
dan kedelai untuk gelar teknologi dan pemberdayaan penangkar di lokasi
pengembangan Ditbudser; 2) melakukan pembinaan penangkar bersama BPTP; 3)
menyediakan bahan penyebaran teknologi baru; 4) menjadi narasumber teknologi
padi, jagung dan kedelai pada pelatihan peneliti/penyuluh BPTP di provinsi; 5)
melakukan supervisi penerapan teknologi melalui kunjungan lapang minimal sekali
dalam setahun bersama peneliti/penyuluh BPTP dan 6) memberikan saran pemecahan
masalah pengamanan produksi.
Sedangkan tugas peneliti dan penyuluh BPTP dalam pelaksanaan GP-PTT
meliputi: 1) gelar teknologi; 2) melaksanakan focus group discussion (FGD) pada
awal musim tanam untuk pencapaian sasaran produksi; 3) menyediakan rekomendasi
teknologi PTT spesifik lokasi hingga tingkat kecamatan; 4) menjadi nara sumber
teknologi padi, jagung dan kedelai pada pelatihan penyuluh BPP; 5) menyediakan
dan menjelaskan kalender tanam (KATAM); 6) melakukan supervisi penerapan
teknologi (PHT, PTT); 7) melakukan kunjungan lapang minimal 1 kali/tahun
bersama peneliti Balit komoditas; 8) melakukan supervisi penerapan teknologi
dan saran pemecahan masalah di lapangan; 9) menjadi narasumber pada
pelatihan PL1-3 dan lainnya di
kabupaten; 10) menyediakan dan menyampaikan publikasi teknologi sebagai materi
penyuluhan/diseminasi dan 11) melakukan pembinaan penangkar benih. Sejalan
dengan perubahan pendampingan dengan pola kawasan diperlukan revisi SK Ka
Balitbangtan tahun 2014.
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar