Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Mampu Dampingi Kedelai
Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kementerian
Pertanian Republik Indonesia
Kompas edisi hari Rabu, tanggal 26 Februari 2014 memberitakan upaya
pemerintah melalui Kementan untuk mewujudkan swasembada kedelai diantaranya
dengan menyediakan 1 juta hektar lahan di Jember Jawa Timur. Kita tentu
mengapresiasi upaya tersebut. Hal yang juga menarik untuk diperhatikan adalah
pernyataan seorang ahli diakhir berita yang menyarankan agar produsen tahu dan
tempe tidak mengandalkan kedelai sebagai bahan baku tempe tahu.
Keunggulan Koro Pedang
Hampir 80% kedelai di Indonesia digunakan oleh industri tempe dan
tahu, dimana keduanya menguasai hajat hidup orang banyak. Tempe dan tahu
merupakan sumber protein dan menjadi sumber pencaharian yang sangat signifikan
bagi masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, sangat beralasan apabila pemerintah
memberikan perhatian besar terhadap kedelai. Upaya yang tidak kalah pentingnya
adalah memberdayakan kacang-kacangan selain kedelai.
Koro pedang (Canavalia ensiformis) adalah salah satu dari sekian
kacang-kacangan yang potensinya luar biasa untuk “mendampingi” kedelai.
Ditinjau dari aspek agro ekologi, koro pedang mampu tumbuh di lahan-lahan
marginal. Dengan demikian, untuk memproduksinya, tanaman tidak perlu bersaing
memperebutkan lahan subur yang ada. Kadar proteinnya juga tinggi, mencapai
lebih dari 27%. Seperti kedelai dan kacang-kacangan pada umumnya, koro pedang
juga mengandung zat anti gizi, namun zat-zat tersebut hampir pasti dapat
dihilangkan selama proses pengolahannya. Salah satu zat anti gizi yang sempat
dikahawatirkan dan terdapat di dalam biji koro pedang adalah lektin
Concanavalin A (Con A) yang sifatnya tahan panas dan memiliki aktifitas
hemaglutinasi. Namun penelitian terbaru di BB Pascapanen, Badan Litbang
Pertanian membuktikan bahwa aktifitas hemaglutinasi protein tersebut dapat
dihilangkan secara sempurna melalui perendaman yang diikuti dengan pemanasan
tinggi maupun fermentasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti mulai mengeksplorasi
kandungan dan manfaat komponen bioaktif di dalam biji koro pedang. Koro pedang
dilaporkan merupakan sumber senyawa fenolik dan flavonoid dimana keduanya
memiliki aktifitas anti oksidan sebagai penangkal radikal bebas yang sangat
efektif (Doss et al. 2011). Con A disatu sisi memang merupakan zat anti gizi,
namun Con A juga memiliki manfaat luas. Con A dilaporkan sebagai molekul anti
viral dan imuno modulator untuk terapi kanker (Shridahr dan Seena, 2006). Tim
peneliti BB Pascapanen, Badan Litbang Pertanian juga berhasil mengungkapkan
bahwa tempe koro pedang ternyata mengandung peptida aktif yang mampu menghambat
aktifitas ACE (Angiotensin Converting Enzyme), yakni suatu enzim yang
bertanggung jawab terhadap meningkatnya tekanan darah seseorang. Aktifitas
penghambatannya jauh lebih baik dibanding peptida serupa dari tempe kedelai.
Tempe dan Tahu Koro Pedang
Proses pembuatan tempe dan tahu kedelai pada dasarnya dapat diadopsi
untuk produksi tempe dan tahu koro pedang. Kulit ari tebal dan ukuran biji
besar (2-3 kali) biji kedelai merupakan hal pertama yang harus disiasati agar
perajin bersedia memanfaatkan koro pedang sebagai bahan baku tempe. Badan
Litbang Pertanian melalui BB Pascapanen telah menyediakan teknologi untuk
mengupas dan mencacah koro pedang. Koro pedang cacah dapat disediakan di
tingkat (kelompok) petani dan diperjual belikan sehingga perajin dapat langsung
memprosesnya. Cara ini juga merupakan langkah agar petani dapat menikmati nilai
tambah koro pedang. Secara teoritis, harga koro cacah siap proses bisa bersaing
dengan kedelai.
Tempe dan tahu koro pedang berbeda sifatnya dengan produk serupa dari
kedelai sebagai konsekuensi adanya perbedaan sifat bahan baku. Tempe koro
pedang tidak tahan lama, namun hal ini dapat diatasi dengan mendistribusikan
produk dalam bentuk tempe potong dalam kemasan. Demikian pula dengan sifat tahu
yang kurang lembut dibanding tahu kedelai. Oleh karenanya, tahu koro pedang
lebih baik diposisikan sebagai produk antara (intermediate) yang
memungkinkannya diolah lebih lanjut. Seperti halnya tempe dan tahu kedelai,
aneka produk turunannyapun dapat dihasilkan dari tempe dan tahu koro pedang
Pengembangan Koro Pedang
Jika untuk produksi kedelai, pemerintah memberikan bantuan kepada
petani berupa sarana produksi seperti benih maupun pupuk, maka bantuan mestinya
juga layak diperoleh bagi petani yang memproduksi koro pedang dan perajin yang
memproduksi tahu dan tempe. Bantuan yang dibutuhkan diantaranya adalah mesin
pengupas dan pencacah biji koro pedang. Mesin-mesin tersebut dapat dirakit oleh
bengkel lokal dengan bimbingan teknis yang memadai.
Bimbingan teknis khusus juga harus diberikan kepada perajin agar
perajin dapat menyesuaikan proses produksi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa
produksi tempe umumnya dilakukan oleh perajin dengan peralatan seadanya.
Bantuan peralatan produksi tempe perlu untuk merevitalisasi alat produksi tempe
yang belum memenuhi standar. Revitalisasi ini mungkin bisa dijadikan sebagai
salah satu insentif bagi perajin yang bersedia memproduksi tempe berbahan baku
koro pedang.
Dari sisi konsumsi, masyarakat juga harus dibiasakan untuk menerima
tempe koro pedang sebagai produk baru, bukan untuk dibandingkan dengan tempe
kedelai. Untuk kepentingkan tersebut, tempe koro pedang diintroduksikan dengan
sebutan VALIA. Masyarakat perlu diedukasi untuk mendapatkan pemahaman
pentingnya memberdayakan dan bangga dengan tempe maupun tahu koro pedang.
Penelitian untuk mengungkap berbagai keunggulan koro pedang perlu
diintensifkan. Hal tersebut bukan untuk menyaingi isoflavon kedelai namun lebih
diarahkan untuk melengkapinya. Mudah-mudahan dengan cara-cara ini koro pedang
mampu mendampingi peran kedelai dalam mencukupi kebutuhan pangan seluruh
msyarakat Indonesia dan belahan dunia lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar