Mekanisme Unik Wereng Hijau dalam Menyerang Tanaman Padi
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian
Republik Indonesia
Wereng hijau termasuk salah satu hama penting pada padi yang berperan
juga sebagai penular (vektor) virus tungro. Dua virus tungro yang berbeda yaitu
Rice tungro bacillus virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV) dapat
tertular melalui mekanisme yang sangat kompleks baik pada pada saat aquisition
feeding ataupun inoculation feeding. Mekanisme wereng hijau dalam memperoleh
nutrisi (feeding) dengan cara menusuk-menghisap pada jaringan tanaman
menggunakan stilet. Dengan aktifitas stilet inilah terjadi interaksi fisiologis
antara wereng hijau dengan tanaman, yang disebut mekanisme air liur atau watery
saliva dan terjadi proses penularan virus tungro.
Pada proses feeding, wereng hijau mengeluarkan sekresi berupa dua tipe
air liur yaitu koagulan (antii penggumpalan) dan air liur. Interaksi wereng
hijau dengan tanaman diawali dengan ketertarikan dalam pemilihan inang. Secara
morfologi, warna daun, tekstur permukaan daun dan ketegapan tanaman menjadi
faktor penentu bagi wereng hijau untuk hinggap. Koagulan secara cepat
disekresikan ke permukaan daun membentuk area di sekitar stilet. Aktivitas
penetrasi stilet pada jaringan tanaman, secara sinergis diikuti dengan sekresi
air liur. Sekresi air liur pada serangga-serangga dengan tipe alat mulut
menusuk-menghisap memiliki keunikan secara spesifik. Pada aphids, air liur
berperan penting sebagai zat penawar (detoxifying) terhadap cairan nutrisi yang
terkandung dalam jaringan tanaman (sap). Sapmengandung berbagai macam jenis
protein, glukosa dan zat lain yang masih harus diidentifikasi untuk disesuaikan
dengan kebutuhan serangga. Protein yang terkandung dalam sap, ada yang bersifat
antagonis atau toksin terhadap metabolisme serangga. Sifat antagonis atau
toksin ini sering dikenal dengan antibiosis pada mekanisme pertahanan secara
pasif pada tanaman.
Air liur wereng hijau mengandung beberapa enzim, seperti halnya
terdapat pada spesies hemiptera yang lain. Dengan metode kloning DNA terhadap
kelenjar ludah dan air liur yang diuji pada berbagai senyawa phenol. Aktivitas
laccase ternyata terdeteksi di kelenjar ludah dan air liur pada serangga
tersebut. Laccase merupakan enzim mengandung tembaga yang mengkatalis secara
oksidasi (melibatkan oksigen) dalam reaksinya terhadap berbagai jenis material
organik maupun anorganik, termasuk mono-, di-, dan polifenol, amino fenol,
methoxy fenol serta aromatik amin. Laccase mampu mengoksidasi senyawa fenolik.
Laccase banyak ditemukan pada jamur dan bakteri, yang telah dikenal sebagai
biodegradasi lignin. Berbagai macam patogen tanaman juga memproduksi laccase
ekstraselluler untuk menembus mekanisme kekebalan inangnya. Laccase juga
berfungsi dalam detoksifikasi jaringan tanaman melalui oksidasi fenol atau
deactivasi phytoalexin. Dalam klasifikasi secara biokimia, laccase digolongkan
sebagai polifenol oksidase. Polifenol oksidase terbagi dalam 3 tipe aktivitas,
yaitu: catechol oksidase atau o-diphenol, laccase atau p-diphenol dan cresolase
atau monophenol monooksigenase.
Aktivitas laccase sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman). pH optimum
dalam aktivitas laccase setiap organisme berbeda-beda. Hal ini tergantung pada
senyawa yang akan didegradasi. Untuk senyawa fenol, pH optimum berkisar 3-7.
Berbeda pada wereng hijau, pH optimum berkisar 4,75 – 5 jika dibandingkan
dengan pH optimum pada aphid yang berkisar 8,2-9,4. Aktivitas laccase juga
bergantung pada strain atau jenis organisme. Aktivitas laccase pada interaksi
wereng hijau dengan tanaman, diduga merupakan aktivitas yang membantu daya
adaptasi wereng hijau terhadap inang dengan tingkatan kekebalan (imunitas)
tertentu. (WS & RHP: disarikan dari beberapa sumber).
Sumber: Loka Penelitian Penyakit Tungro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar