Jumat, 31 Oktober 2014

Embun Tepung Microsphaera diffusa, Salah Satu Penyakit Merugikan pada Tanaman Kedelai



Embun Tepung Microsphaera diffusa, Salah Satu Penyakit Merugikan pada Tanaman Kedelai
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Penyakit embun tepung pada kedelai yang disebabkan oleh jamur Microsphaera diffusa, merupakan salah satu penyakit merugikan. Infeksi M. diffusa menyebabkan penurunan produksi kedelai 10–30%, terutama pada varietas rentan yang terinfeksi sejak awal pertumbuhan (Hartman et al. 1999). Jamur ini hanya menyerang tanaman hidup karena termasuk parasit sejati. Patogen mampu bertahan dari satu musim ke musim berikutnya dengan membentuk badan buah berbentuk bulat dan berwarna hitam yang disebut kleistotesia, yang dapat dijumpai pada residu jaringan tanaman terinfeksi di lapangan. Di dalam kleistotesia diproduksi spora seksual yang disebut askuspora dan mudah tersebar oleh angin. Spora seksual tersebut biasanya terbentuk selama musim semi, dan tidak ditemukan di wilayah tropis.  Askuspora  berperan sebagai sumber primer penyakit. Sumber penyakit sekunder berupa spora aseksual yang disebut konidia, bisanya terbentuk pada daun dan bagian lain tanaman. Konidia mudah tersebar oleh angin dan menular antar areal kedelai.

Gambar 1. Gejala penyakit embun tepung M. diffusa pada kedelai varietas Anjosmoro dan Mahameru (Gambar A, B,C), dan morfologi konidia M. diffusa isolat Probolinggo (perbesaran 400x).

Pada tahun 2009 di kebun percobaan Balitkabi yang terletak di Muneng-Probolinggo Jawa Timur, infeksi embun tepung pada dua varietas kedelai tingkat serangannya sangat parah. Muneng secara geografis terletak pada ketinggian 10 mdpl, relatif dekat dengan pantai Ketapang. Data hujan 10 tahun pada periode April–Juni, rata-rata memiliki curah hujan 108–47 mm dengan jumlah hari hujan 3–9 hari. Pada saat penelitian (Mei–Juni 2009) jumlah hujan tertinggi mencapai 132 mm dan terendah 41 mm, dengan jumlah hari hujan terendah 3 hari dan tertinggi 9 hari. Kondisi cuaca relatif tidak stabil saat musim kemarau, dimana sering turun hujan gerimis merupakan faktor pemicu munculnya penyakit embun tepung pada kedelai. Sementara itu, kedelai varietas Anjasmoro dan Mahameru memiliki respon sensitif terhadap patogen parasit obligat tersebut. Keparahan penyakit rata-rata sangat tinggi mencapai 50% pada varietas Mahameru dan  60% pada Anjasmoro (Gambar 2). Kedua varietas tersebut dapat dinyatakan rentan terhadap embun tepung.

Gambar 2. Intensitas penyakit embun tepung M. diffusa pada kedelai Anjasmoro dan Mahameru di KP Muneng-Probolinggo, MK 2009.

Berdasarkan bobot 100 biji, penyakit ini menyebabkan rendahnya bobot biji  pada Anjasmoro rata-rata 14,0 gram dan pada Mahameru 13,6 gram (Tabel 1). Bobot 100 biji tersebut di bawah kisaran potensi varietas dengan teknis budidaya optimal. Dari tanaman sakit didapatkan sejumlah biji abnormal keriput dan tidak bernas atau keriput. Rasio biji normal dan biji keriput dari 100 butir biji pada Anjasmoro adalah 13:87, sedang pada Mahameru 68:32.

Pada uji daya kecambah dari hasil panen tanaman terinfeksi M. diffusa, didapatkan indikasi turunnya viabilitas benih kedelai, persentase daya kecambah sangat rendah berkisar 48-51%, sedangkan biji dari tanaman sehat daya kecambahnya lebih tinggi mencapai  86%. Kehilangan hasil biji kedelai yang dipanen dari tanaman terserang embun tepung mencapai 12% pada Anjasmoro dan 17% pada Mahameru,  perhitungan berbasis bobot 100 biji secara potensial dan secara aktual dari tanaman terinfeksi (Tabel 2). Dari penelitian ini tidak didapatkan hasil panen berupa biji karena tanaman dikategorikan puso.


Rendahnya hasil biji,  bobot 100 biji, dan daya kecambah merupakan  akibat dari infeksi jamur embun tepung yang telah mengganggu proses fotosintesis. Proses fotosistesis abnormal menyebabkan pembentukan biji tidak optimal sehingga berdampak menurunkan komponen produksi. Di dalam deskripsi varietas aneka kacang (Suhartina 2005), disebutkan bahwa Anjasmoro dan Mahameru berasal  dari seleksi massa populasi galur murni varietas Mansuria, suatu varietas introduksi. Anjasmoro berasal dari galur Mansuria 395-49-4, dan Mahameru dari Mansuria 204-19-1. Kekerabatan yang erat tersebut menyebabkan keduanya terserang dengan intensitas tinggi atau parah. Dari penelitian ini didapatkan informasi bahwa serangan jamur embun tepung pada stadia generatif tanaman kedelai berpengaruh menurunkan hasil biji, menurunkan bobot 100 biji, menurunkan  kualitas fisik yaitu menyebabkan biji keriput, serta menurunkan daya tumbuh. Kedelai Anjasmoro berindikasi lebih rentan daripada  Mahameru.

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Kamis, 30 Oktober 2014

Waspadai Hama Pengisap Polong Riptortus Liniaris Fabriccius pada Tanaman Kedelai di Musim Kemarau



Waspadai Hama Pengisap Polong Riptortus Liniaris Fabriccius pada Tanaman Kedelai di Musim Kemarau
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Pengaruh kenaikan suhu pada musim kemarau berdampak terhadap perkembangan dan pertumbuhan serangga hama. Dalam kondisi lingkungan dengan suhu optimum, kecepatan proses metabolisme serangga hama akan meningkat dan berbanding lurus dengan kenaikan suhu lingkungan, yang berarti bahwa apabila suhu naik maka proses metabolisme serangga akan semakin cepat. Proses metabolisme di dalam tubuh serangga hama merupakan fenomena kompleks fisio-kimia yang menentukan kecepatan tumbuh dan berkembangnya suatu organisme. Apabila metabolisme berlangsung cepat, maka perkembangan serangga hama akan semakin meningkat. Waktu yang dibutuhkan serangga hama untuk berkembang berbanding terbalik dengan suhu, berarti bahwa jika suhu meningkat maka proses metabolisme makin cepat dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkembangan serangga semakin cepat.

Di Indonesia, hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis Fabricius. dapat menimbulkan kerusakan polong yang sangat parah. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 80% bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Sebaran hama ini  terdapat hampir di seluruh provinsi dan merupakan salah satu hama utama di daerah sentra produksi kedelai. Oleh karena itu, pada musim kemarau saat ini perlu diwaspadai munculnya hama ini pada tanaman kedelai.

Kepik polong dewasa mirip dengan walang sangit, berwarna kuning coklat dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya. Kepik betina dan jantan dapat dibedakan dari perutnya. Perut kepik betina membesar dan kembung pada bagian tengahnya, sedangkan perut kepik jantan lurus dan ramping. Panjang tubuh kepik betina 13 - 14 mm dan yang jantan 11 - 13 mm. Telur diletakkan berkelompok pada permukaan atas atau bawah daun serta pada polong, berderet 3 - 5 butir. Telur berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, berwarna biru keabu-abuan dan berubah menjadi coklat suram serta berdiameter 1,2 mm. Setelah 6 - 7 hari, telur menetas dan keluar kepik muda (nimfa). Dalam perkembangannya, kepik muda mengalami 5 kali pergantian kulit. Tiap pergan­tian kulit terdapat perbedaan bentuk, warna, ukuran dan umur. Kepik muda mirip semut hitam. Rata-rata panjang tubuh nimfa pertama sampai ke lima berturut-turut adalah 2,6 mm, 4,2 mm, 6,0 mm, 7,0 mm dan 9,9 mm. Di Nusa Tenggara Barat (NTB) ditemukan sejenis Riptortus yang lain, kadang-kadang populasinya bercampur dengan Riptortus linearis. Garis kuning yang terdapat pada badannya tidak memanjang di sepanjang badannya, tetapi terputus oleh warna putih pada satu segmen antenanya.

Kepik muda dan dewasa mengisap cairan polong dan biji. Cara menyerangnya dengan menusukkan stilet pada kulit polong dan terus ke biji kemudian mengisap cairan biji. Serangan yang terjadi pada fase perkembangan biji dan pertumbuhan polong menyebabkan polong dan biji kempis, mengering dan gugur. Selain kedelai, kepik polong juga menyerang Tephrosia spp., Acacia villosa, dadap, Desmodium, Solanaceae, Convolvulaceae, Crotalaria, kacang panjang dan kacang hijau.

Komponen pengendalian hama pengisap polong adalah: 1) Tanam serempak dengan selisih waktu kurang dari 10, 2) Pergiliran tanaman bukan tanaman inang, 3) Pemanfaatan tanaman perangkap Sesbania rostrata sebagai tanaman pinggiran, 4) Pemanfaatan tanaman perangkap kacang hijau, yang ditanam 15% dari populasi tanaman, dan  5) Aplikasi insektisida bila populasi mencapai ambang kendali (klorfluazuron, betasiflutrin, sipermetrin, alfametrin,  carbosulfan, sihalotrin, sipermetrin).

Sumber: Marwoto (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi)

Rabu, 29 Oktober 2014

Sorgum Untuk Pangan dan Bioetanol



Sorgum Untuk Pangan dan Bioetanol
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Sorgum merupakan tanaman serealia potensial untuk dikembangkan untuk menunjang program ketahanan pangan dan agribisnis mengingat daya adaptasinya yang luas serta kebutuhan airnya rendah. Keunggulan sorgum diantaranya: 1) daya adaptasi luas pada berbagai agroekologi (Pantai hingga pegunungan), 2) kebutuhan airnya sedikit, sekitar 150-200 mm/musim (separuh kebutuhan air jagung, sepertiga kebutuhan air tebu), 3) tahan pada lahan marjinal seperti lahan masam, asin dan basa, 4) dapat tumbuh pada tanah miring, dan 5) lebih tahan hama penyakit.

Sorgum merupakan tanaman yang multifungsi karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak dan bioetanol. Komposisi kimia biji sorgum tidak banyak berbeda dengan beras atau terigu. Kandungan karbohidrat sorgum sebesar 73,8% (beras = 76% dan terigu 77%), protein 9,8% (beras 8% dan terigu 12%). Komposisi kimia sorgum yang mirip dengan beras atau terigu merupakan indikasi bahwa sorgum dapat mensubtitusi beras karena nilaigizinya tinggi, tepung sorgum juga dapat dijadikan cake, cookies dan bahan baku industry (glukosa, MSG, Asam laktat). Nira batang sorgum merupakan sumber bioetanol, dan ampas batang  dan daun dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Perakitan varietas sorgum secara umum diarahkan pada 2 tujuan utama yaitu perakitan sorgum untuk pangan (hasil tinggi warna putih) serta untuk produksi bioetanol (rendemen etanol tinggi). Badan Litbang Pertanian telah merilis 2 varietas sorgum untuk pangan  yaitu Varietas Numbu (umur panen 100 hari, hasil biji 3,1 t/ha dan panjang malai 23 cm), serta Varietas Kawali  (umur panen 100 hari, hasil biji 2,9 t/ha dan panjang malai 28 cm).

Badan Litbang juga giat mengembangkan sorgum manis untuk produksi bioetanol. Eksplorasi potensi etanol sorgum manis diperoleh dari nira batang sorgum, bagase dan biji. Nira adalah cairan yang diperoleh dari hasil perasan batang sorgum manis, sedangkan bagase adalah ampas hasil perasan batang sorgum dalam bentuk sellulosa yaitu polisakarida yang dididrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa dan bentuk gula lainnya yang kemudian dikonversi menjadi etanol. Sedangkan sumber etanol dari biji adalah pati yaitu karbohidrat yang berbentuk polisakarida  berupa  polimer  anhidromonosakarida,  dimana  komponen  utama  penyusun  pati adalah  amilosa  dan  amilo-pektin yang masing masing tersusun  atas  satuan  glukosa (rantai glukosida) yang  kemudian dikonversi menjadi etanol.

Terdapat 2 galur potensial untuk produksi bioetanol ( Water Hammu Putih dan 15011B) dengan total hasil bioetanol dari biji, bagase dan nira sebesar 4000 liter/ha. Kedua galur sorgum tersebut direncanakan dilepas pada Tahun 2012. Produksi bioetanol dari sorgum manis dapat ditingkatkan lagi apabila kemampuan ratun dari sorgum manis dimanfaatkan secara optimal. Potensi ratun sangat menjanjikan utamanya pada lahan kering dimana tanaman palawija lain sudah tidak bisa tumbuh, namun sorgum ratun mampu tumbuh dengan baik tanpa harus mengolah tanah dan menanam lagi. Badan Litbang Pertanian juga sedang melakukan uji multi lokasi sorgum hibrida untuk perbaikan potensi hasi dari 3 t/ha (komposit) menjadi >6 t/ha.   

Sorgum yang telah diolah menjadi etanol dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah dengan kadar etanol 40-60%, untuk kebutuhan laboratorium dan farmasi 70-90%, dan sebagai bahan substitusi premium 90-100 persen. Pabrik etanol dalam skala yang relatif terbatas, khususnya yang menghasilkan produk sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah, sudah berkembang di beberapa daerah di Jawa dengan potensi produksi 100-200 liter per hektar. Hal ini penting artinya bagi masyarakat di daerah yang tidak terjangkau atau sulit memperoleh gas sebagai bahan bakar. Kompor etanol yang sudah mulai diproduksi dengan harga terjangkau, berkisar antara Rp. 50-150 ribu per unit.

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Serealia

Selasa, 28 Oktober 2014

Ubi Kayu Unggul untuk Bioetanol



Ubi Kayu Unggul untuk Bioetanol
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, dan pada awal abad ke-17 dibawa ke Asia oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina yang akhirnya menyebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubi kayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Umbinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum. Ubi kayu mudah ditanam di mana saja, kapan saja di seluruh wilayah Indonesia. Ubi kayu merupakan tanaman yang dapat menjadi sumber bahan baku pengembangan bahan bakar nabati (BBN) yaitu bioetanol. Etanol lebih dikenal sebagai etil alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu. Keuntungan penggunaan bioetanol adalah mampu menurunkan emisi CO2 hingga 10% dan kombinasi antara bioetanol dan bensin dapat menaikkan prestasi mesin dan menurunkan kadar sulfur dan asap, dan dengan campuran dalam bensin sebanyak 10%, dapat kompatibel terhadap segala kendaraan. Bioetanol adalah etanol yang diperoleh dari proses fermentasi bahan baku yang mengandung pati seperti ubi kayu. Sebagai bahan bakar, bioetanol dapat digunakan sebagai campuran (5 - 10%) BBM tanpa perlu memodifikasi mesin kendaraan dan bioetanol juga memilki kelebihan dibanding BBM karena sumbernya terbarukan dan memiliki nilai oktan tinggi sehingga proses pembakaran menjadi lebih sempurna.

Ubi kayu varietas Litbang UK 2 merupakan varietas unggul ubi kayu yang telah berhasil dirakit oleh peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Litbang UK 2 merupakan turunan persilangan terbuka dari tetua betina MLG 10.006.  Deskripsi varietas Litbang UK 2 adalah: umur panen 9 – 10 bulan, potensi hasil 60,37 ton/ha, rata-rata hasil 42,22 ton/ha; warna batang muda hijau, warna batang tua coklat gelap keabu-abuan, tipe percabangan tidak bercabang; warna daun muda hijau muda sedikit kecoklatan, warna daun tua hijau, warna tangkai daun bagian atas kombinasi antara merah dan hijau muda, warna tangkai daun bagian bawah kombinasi antara merah kehijauan dan hijau muda; warna kulit luar umbi coklat, warna kulit dalam umbi kuning kecoklatan/krem, warna daging umbi putih, ukuran umbi sedang. Sifat lain varietas yang tidak bercabang ini adalah kandungan HCN-nya 31 ppm berat basah. Litbang UK 2 cocok untuk bahan bioetanol. Jika varietas lain membutuhkan lebih dari 5 - 6 kg umbi untuk menghasilkan 1 liter bioetanol (96%), Litbang UK 2 cukup dengan 4,25 kg umbi saja. Berdasarkan perhitungan, Litbang UK 2 mampu menghasilkan rata-rata 100 ribu liter bioetanol untuk luasan satu hektar. Pada kondisi optimal potensinya mencapai sekitar 140 ribu L/ha.

Keunggulan lain yang dimiliki varietas ini adalah ketahanannya terhadap hama penyakit. Litbang Uk 2 agak tahan terhadap serangan tungau dan agak tahan terhadap penyakit busuk akar/umbi (Fusarium spp).

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Senin, 27 Oktober 2014

Maiz Morado: Jagung Pangan Sehat Masa Depan



Maiz Morado: Jagung Pangan Sehat Masa Depan
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Jagung ungu atau dalam bahasa Spanyol dikenal dengan nama maiz morado adalah salah satu jenis varietas jagung yang masih belum populer khususnya di Indonesia. Jagung ungu banyak dikembangkan di Amerika Selatan khususnya di pegunungan Andes. Biji jagung yang berwarna ungu telah dimanfaatkan oleh penduduk lokal sebagai bahan pewarna serta minuman. Warna ungu yang terdapat pada jagung ungu disebabkan oleh tingginya kandungan antosianin, khususnya jenis Chrysanthemin (cyanidan 3-O.glucoside), pelargonidin 3-O-B-D-Glucoside). Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos yang berarti bunga sementara kyanos berarti biru. Antosianin yang mengatur warna biji seperti ungu, violet, dan merah yang banyak terkandung dalam sayur dan buah.

Antosianin bersifat sebagai antioksidan di dalam tubuh untuk mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah. Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat dalam tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah Kemudian antosinin juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan. Selain itu, antosianin juga merelaksasi pembuluh darah untuk mencegah aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Berbagai manfaat positif dari antosianin untuk kesehatan manusia adalah untuk melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai senyawa anti-inflamasi yang melindung otak dari kerusakan Selain itu, beberapa studi juga menyebutkan bahwa senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan diabetes meningkatkan kemampuan memori otak dan mencegah penyakit neurologis, serta menangkal radikal bebas dalam tubuh.

Balai Penelitian Tanaman Serealia tengah menyiapkan jagung ungu yang dapat digunakan untuk diversifikasi pangan. Galur-galur jagung ungu baik lokal (manado, Palu dan lain-lain) maupun galur introduksi disilangkan dan diuji adaptasi agar sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia. Peneliti jagung khusus, Ir. M Yasin HG dalam seminar dua mingguan menyampaikan kemajuan perbaikan potensi hasil dan kandungan antosianin galur-galur jagung ungu.

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Serealia